SULBAR, RadarEkspres – Sulawesi Barat merupakan provinsi dengan prevalensi balita stunting tertinggi kedua di Indonesia pada 2022. Menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di provinsi ini sebesar 35% pada tahun lalu.
Prevalensi balita stunting Sulawesi Barat tercatat naik 1,2 poin dari tahun sebelumnya. Pada 2021, prevalensi balita stunting di provinsi ini sebesar 33,8%.
Selain peringkat kedua nasional, angka stunting di Sulawesi Barat berada di bawah ambang batas yang ditetapkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20%. Ini mengindikasikan bahwa penanganan stunting di Sulawesi Barat masih buruk.
Berdasarkan wilayahnya, terdapat 3 kabupaten di atas rata-rata prevalensi balita stunting Sulawesi Barat. Sisanya, 3 kabupaten lainnya berada di bawah angka rata-rata provinsi. Diketahui Kabupaten Mamasa merupakan tempat yang menduduki posisi ke-3 terbanyak angka stunting dari 6 kabupaten di Sulawesi Barat.
Di sisi lain, prevalensi balita stunting terendah di Sulawesi Barat berada di Kabupaten Pasangkayu 25,8%.
Berikut prevalensi balita stunting di Sulawesi Barat berdasarkan kabupaten/kota pada 2022:
1. Kabupaten Majene: 40,6%
2. Kabupaten Polewali Mandar: 39,3%
3. Kabupaten Mamasa: 38,6%
4. Kabupaten Mamuju: 33,8%
5. Kabupaten Mamuju Tengah: 28,1%
6. Kabupaten Pasangkayu: 25,8%
Di tahun ini, Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) sebanyak 33,7 persen angka stunting yang ada di Kab. Mamasa pada tahun 2023, pemerintah daerah Kabupaten Mamasa menggelontorkan anggaran sebanyak Rp 1,4 Milliar untuk penanganan stunting berdasarkan Target nasional prevalensi Stunting dalam kurun waktu tahun 2025-2030 ditetapkan berdasarkan hasil evaluasi pencapaian target antara pada tahun 2024 sebesar 14%.
Pemerintah Kab. Mamasa berusaha melakukan optimalisasi penanganan stunting terhadap masyarakat Kab.Mamasa serta mementingkan komitmen pemenuhan gizi masyarakat, khususnya anak dan ibu hamil untuk menjamin hidup sehat dan kualitas sebagai penerus.
Stunting merupakan penyakit yang menyerang kondisi gagal tumbuh anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi penyakit berulang. Terutama sejak dalam kandungan hingga anak usia di
bawah dua tahun atau di 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Oleh karenanya, Pemerintah Kab. Mamasa ditantang untuk intensif dalam giat melakukan penyuluhan, serta meluncurkan program bantuan sosial kepada calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca persalinan, anak usia 0-59 bulan Juga melakukan tindakan surveilans keluarga berisiko stunting untuk mendeteksi dini faktor-faktor risiko stunting.
Penyuluhan Stunting harus benar-benar di sampaikan bukan hanya kepada ibu, melainkan juga kepada bapak sebagai suami dan kepala keluarga. Suami harus bertanggung jawab, bekerja sama
dengan istri dalam keluarga. Suami sepatutnya menjaga istri terutama ketika sedang hamil, terutama kualitas asupan nutrisi dan gizi yang diterima istri.
Perlu ada perhatian lebih dari seluruh elemen masyarakat dan instansi pemerintah Kab. Mamasa untuk segera melakukan penanganan stunting maupun program edukasi terkait stunting kepada masyarakat setempat, agar masyarakat dapat menjaga keluarga dari stunting berkelanjutan.
Penulis : Chelsea Lexi Malia, Mahasiswi Universitas Negeri Makassar, Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan.
Editor : Harrey Kiswah.