MAKASSAR, RadarEkspres — Kaurpam Rindam XIV/Hasanuddin, Letnan Satu (Lettu) Inf Hariono, resmi bergelar doktor setelah dinyatakan lulus dalam ujian promosi doktoral di Universitas Muslim Indonesia (UMI), Jumat (3/3/2023).
Hariono sendiri diketahui memiliki banyak prestasi di bidang akademis. Juga segudang pengalaman selama berkarir di militer Khusunya di TNI AD.
Hariono pernah terlibat dalam Operasi Pemulihan Keamanan Aceh Tahun 2001, Operasi Pengamanan Perbatasan di Papua-PNG Tahun 2023, dan Operasi Tanah Rencong Aceh Tahun 2005.
Dari semua pengalaman itu, Hariono banyak menerima tanda kehormatan dari Presiden RI. Seperti Satya Lencana Darma Nusa 2011, Satya Lencana Darma Nusa 2013, Satya Lencana Darma Nusa 2016, Satya Lencana Kesetiaan VII Tahun 2015, serta Satya Lencana Kesetiaan XVI Tahun 2017.
Perwira TNI AD berpangkat dua balok ini, berhasil raih doktor predikat sangat memuaskan dey mempertahankan disertasinya yang berjudul “Hakikat Pelibatan TNI dalam Operasi Militer Selain Perang Guna Menciptakan Keamanan Nasional”.
Penulisan disertasinya dibimbing oleh Promotor, Prof La Ode Husen, Prof Sufirman Rahman yang juga Direktur Program Pascasarjana UMI sekaligus bertindak sebagai pimpinan sidang, didampingi Prof Abdul Rahman selaku Ko Promotor.
Hariono berhasil mempertahankan disertasinya di depan enam guru besar hukum yakni Prof Syahruddin Nawi, Prof Kamal Hidjaz, Dr Nurul Gamar, Dr Ilham Abbas, Prof Abrar Saleng selaku penguji exsternal, dan Dr Mus Ilsan selaku penguji lintas disiplin ilmu.
“Alhamdulillah semua prestasi ini di dapatkan dengan baik, karena berkat dukungan seluruh pimpinan TNI AD khususnya di Pangdam XIV Hasanuddin, dan Danrindam. Termasuk saudara saya Andi Raja Nasution, ” ucap Hariono.
Hariono menuturkan, dalam desertasinya memuat temuan bahwa pelibatan TNI dalam Operasi Militer selain perang guna menciptakan keamanan nasional adalah kebutuhan negara.
Hanya saja, terkendala karena belum ada pengaturan dalam bentuk Undang-Undang tentang hubungan kewenangan TNI dan POLRI serta pengemban fungsi keamanan lainya pasca perubahan UUD 1945.
“Akibat tidak adanya pengaturan undang-undang tersebut menimbukan wilayah abu-abu (grey area),” tuturnya.
Berangkat dari temuan tersebut, Hariono dalam penelitiannya menyarankan agar perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Perubahan tersebut untuk mengatur sinegritas antara TNI dan Polri dalam pelaksanaan operasi militer selain perang. Agar dalam upaya menciptakan keamanan nasional dua institusi tidak memperlihatkan titik taut dari tugas, fungsi, serta kewenangannya di wilayah operasi, ” bebernya.
Sementara itu, Prof La Ode Husen selalu promotor Dr. Hariono menyebut bahwa disertasi yang dibuat mahasiswa itu sangat aktual dan faktual. Mengingat keamanan nasional adalah sesuatu yang menjadi kebutuhan penting dari negara ini.
“Karena memang TNI-Polri itu harus bersinergi dalam hal mempertahankan kedaulatan RI. Ketika kita berbicara keamanan nasional, dua institusi ini harus bersinergi dalam menjalankan perannya masing-masing, ” sebutnya.
Menurut Prof La Ode Husen, dalam disertasi yang dibuat ada temuan menarik bagaimana mewujudkan TNI dalam operasi strategis perang dalam menciptakan keamanan nasional. Salah satu rekomendasinya adalah segera mewujudkan Undang-Undang yang mengatur hubungan kewenangan TNI-Polri.
“Urgensinya karena berbicara keamanan nasional seperti misalnya dalam hal mengurangi gangguan keamanan baik di Papua dan bagian negera Indonesia lainnya, TNI-Polri memang harus bersinergi dengan baik, apalagi masih ada wilayah abu-abu antara kewenangan dua institusi tersebut, ” ucapnya.(Jay)