RADARNKRI.Com I Jakarta – Penyerangan terjadi terhadap warga Ahmadiyah di Kecamatan Sekra, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Sabtu-Minggu, 19-20 Mei 2018 lalu.
Sebanyak 8 rumah hancur, mengakibatkan 24 orang yang terdiri dari 21 orang wanita dan anak-anak serta 3 orang pria dewasa, kehilangan tempat tinggal dan harta benda.
Di kutip dari Kompas.com Juru bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana mengatakan, tindakan intoleran terhadap warga Ahmadiyah di Lombok Timur sudah dimulai sejak sebelum penyerangan terjadi. Bahkan, tindakan tersebut dimulai pada Maret 2018 lalu.
“Sudah ada dialog dan percobaan oleh pihak-pihak tertentu agar keluar dari paham Ahmadiyah. Pemaksaan hanya sebuah cara, tujuan akhirnya pengusiran,” ujar Yendra dalam konferensi pers di Kantor Komnas Perempuan, Senin (21/5/2018).
Salah seorang korban berjenis kelamin laki-laki yang tidak disebutkan identitasnya mengungkapkan, pada tanggal 9 Mei 2018 anggota JAI di Lombok Timur mendapat surat panggilan pertemuan di kantor desa.
Pertemuan itu dihadiri camat, kapolsek, kodim, babinsa, dan tokoh-tokoh masyarakat.
“Kejadian waktu di kantor desa, Jumat 11 Mei, anggota disuruh bertobat. Pak Camat bilang kalau tidak mau bertobat akan diserahkan ke massa. Semua masyarakat sudah ingin main hakim sendiri,” kata korban tersebut melalui rekaman suara.
Ia menjelaskan, kapolsek setempat pun menyuruh warga Ahmadiyah untuk bertobat dan kembali ke syahadat yang benar. Setelah itu, keributan akhirnya terjadi.
Sejumlah warga Ahmadiyah kemudian diamankan ke Mapolsek setempat. Di sana, warga kemudian diminta untuk kembali bertobat.
“Kalau tidak mau bertobat tidak dikasih lagi ke desa, rumah masing-masing,” ujar korban tersebut.
Yendra menuturkan, ada beberapa kesimpulan dari pengakuan korban tersebut.
Kesimpulan tersebut antara lain ada intimidasi terhadap warga Ahmadiyah di Lombok Timur.
Selain itu, warga Ahmadiyah dipaksa untuk bertobat, bahkan ada pernyataan eksplisit akan diserahkan ke massa jika tidak bertobat.(BI)